Minggu, 07 Mei 2017

Prosa

Sintiya Dwi Yuniati
16410158
2 D ( PBSI )
Menganalisis unsur intrinsik cerpen Robohnya Surau Kami dengan menggunakan teori Robert Stanton
1. Tema
Seorang kakek yang terlibat dalam pergulatan batinnya mengenai apa yang dilakukannya di dunia setelah mendengar bualan dari Ajo Sidi. Hal ini tergambar pada penggalan:
"Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah subhanahu wata'ala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah tuhan kalau itu yang kulakukan sangkamu?"

2. Fakta Cerita
a. Alur
Alur dari cerpen "Robohnya Surau Kami" menggunakan alur sorot balik. Hal ini dapat terlihat dalam penggalan cerita berikut :
"Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar"
"Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya"
"Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatanga Ajo Sidi kepadanya"

b. Karakter
Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, terdapat beberapa karakter yang muncul secara intens, seperti : tokoh utama yaitu Ajo Sidi. Mengapa ia disebut tokoh utama? Karena tokoh Ajo Sidi mempengaruhi jalannya cerita dan adanya konflik akibat kemunculannya. Ia merupakan tokoh yang mempunyai karakter tukang bual, suka mempengaruhi orang lain, dan tidak bertanggung jawab. Hal tersebut dapat terlihat dari :
...Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu.
Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari.
...Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab.
Sedangkan tokoh bawahan yaitu Kakek yang mempunyai karakter mudah percaya dengan perkataan orang lain, egois, dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Hal ini dapat dibuktikan melalui penggalan cerpen, yaitu :
“…Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji dia. Aku baca kitabnya…”
“Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya”
Haji Saleh mempunyai karakter yang sombong, egois dan memprovokatori. Hal itu dapat terlihat dari :
“Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu”
“…Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan di masukkan ke dalam surga”

c. Setting (latar)
a. Latar tempat
• Surau tua disebuah kampung, dekat pasar. Berikut bukti penggalan:
"....Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti Tuan akan temui sebuah surau tua..."
• Di akhirat, di neraka
Pada suatu waktu Ajo Sidi memulai. "Di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang"
"...Ketika dilihatnya orang-orang yang masuk neraka..."
• Di rumah tokoh Aku
"Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi"
• Di rumah Ajo Sidi
"Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya"
b. Latar waktu
• Beberapa tahun yang lalu. Berikut bukti penggalan:
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar.
• Malam hari
Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.
• Sekali hari
Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek.
• Pagi-pagi
"Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi
• Subuh
"Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya..."
c. Latar suasana
• Suasana begitu religius. Hal tersebut digambarkan melalui:
Dan dipelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat.
• Tegang
Tak pernah aku melihat kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu.
Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka.
• Mengerikan
“Ya. Tadi subuh kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur”
• Memprihatinkan
Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-jumat.

3. Sarana Cerita
a. Judul
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan karakter, latar, dan tema. Dalam analisis kali ini, cerpen berjudul Robohnya Surau Kami. Judul tersebut menggambarkan mengenai seorang Kakek yang sangat taat dalam beribadah namun karena taatnya ia lalai dengan keluarganya. Hal itu disadarinya ketika seorang bernama Ajo Sidi memberikan bualan padanya mengenai cerita yang sama seperti hidupnya. Yang dimaksud roboh disini bukan karena surau tua yang ditinggalkan Kakek, tetapi lebih kepada keyakinan yang runtuh.
b. Gaya (style)
Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah „tone‟. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2007:63). Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, tone dapat terlihat melalui majas-majas yang terlihat seperti majas alegori, yaitu majas yang memepertautkan satu hal atau kejadian lain dalam satu kesatuan yang utuh. Contohnya dalam judulnya yaitu Robohnya Surau Kami. Yang dimaksud roboh yaitu bukan hanya surau yang tua akibat terbengkalai tetapi juga keyakinan sang kakek. Kemudian majas parabel (majas ini merupakan bagian dari majas alegori) karena majas ini berisi ajaran agama, moral atau suatu kebenaran umum dengan mengunakan ibarat. Majas ini sangat dominan dalam cerpen ini. Selain majas alegori atau parabol, pengarang pun menggunakan majas Sinisme seperti yang diucapkan tokoh aku: ”…Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi….”.
c. Sudut pandang
Sudut pandang dalam cerpen ini yaitu orang pertama-utama. Karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami adalah tokoh Aku. Hal tersebut karena tokoh Aku merupakan tokoh yang mengetahui semua jalannya cerita. Hal ini dapat terlihat dari :
Sekali hari aku datang pula mengupah kakek.
…Kemudian aku duduk disampingnya dan aku jamah pisau itu.
“Tiba-tiba aku ingat lagi pada kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya”
d. Simbolisme
Simbol yang terdapat dalam cerpen ini adalah terdapat dalam judulnya yaitu Robohnya Surau Kami. Cerpen ini menceritakan seorang kakek yang menjadi garin di sebuah surau tua. Ia sangat taat dalam ibadahnya. Namun dalam ketaatannya dalam beribadah ia dihantui rasa khawatir akibat bualan Ajo Sidi yang membual kepada kakek mengenai Haji Saleh yang masuk neraka akibat terlalu taat dalam ibadah tetapi melalaikan keluarganya. Akibat hal tersebut, sang kakek meninggal bunuh diri. Dari inti cerita tersebut yang dianggap roboh yaitu bukan hanya surau melainkan keyakinan seseorang dalam ibadahnya.
e. Ironi
Dalam cerpen ini sangat jelas tergambar ironi yang ada. Yaitu seorang kakek, Haji Saleh, dan teman-temannya yang berada di akhirat sudah meyakini bahwa dirinya akan masuk surga karena ketaatan mereka dalam beribadah. Namun ketika di pengadilan akhirat ternyata mereka di masukkan ke dalam neraka akibat kesombongan, kealaian mereka menelantarkan keluarga dan tak memanfaatkan tanah tempat tinggalnya yang subur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar